Kamis, 30 November 2017

Karya Sentimentil Bernuansa Gelap dari bonita and the hus BAND

JAKARTA, 29 November 2017 - Paruh kedua tahun 2016 Bonita dan Adoy kehilangan keluarga dekat; sepupu Bonita di usia 40 tahun dan keponakan Adoy di usia 13 tahun. Kehilangan itu begitu membekas dalam bagi perasaan mereka.

Sedih, duka, namun juga mencoba memahaminya sebagai sebuah kebahagiaan atas penyelenggaraan Ilahi, begitu kata Adoy. Mereka yakin kedua almarhumah sudah beristirahat di sisi-NYA. Lantas Bonita and The Hus Band (BNTHB) yang dihuni oleh Bonita (vokal), Petrus Briyanto Adi “Adoy” (gitar), Bharata Eli Gulo (perkusi), dan Jimmy Tobing (saksofon) melahirkan sebuah karya sentimentil, bertajuk Sisters on The Moon yang ditulis langsung oleh Adoy.

Dalam khayalan Adoy, mereka yang telah pergi itu digambarkan sedang mengamati kita yang masih hidup di bumi ini dari bulan dalam hening dan sepi. Sebuah pengalaman baru bagi BNTHB merekam musik yang cenderung bersuasana lebih gelap dibanding repertoire karya lainnya.
“Salah satu yang sulit dalam penulisan-pembuatan lagu ini adalah mendengarkan suara/bunyi di kepala ini yang berontak untuk dinyatakan. Kalau pake moda otomatis dan spontan saja -seperti kecenderungan biasanya saya menulis- lagu ini gak akan jadi begini”, ujar Adoy.

Unsur magis pada perpaduan doa lintas agama yang tersemat dalam lagu ini semakin kuat dengan sentuhan toys percussion dari Bharata, terutama karena lonceng yang (mungkin) bertepatan dengan kepergian Ibu dalam film horor yang belakangan meledak.

Karya ini menjadi kali kedua lagu yang penulis anggap mampu membuat bulu kuduk berdiri setelah mendengar lagu Satu Hari Sebelum Esok milik mereka di album “Rumah”. Itu menjadi indikator sebuah karya yang terlahir dari jiwa-jiwa yang tulus mengekespresikan karya mereka, tanpa hitungan, hanya olah rasa yang mampu mencernanya.

Apalagi komposisi ini berhasil diitutup manis dengan sentuhan soprano saksofon Jimmy yang tidak memberikan pengaruh berlebihan untuk terdengar semakin magis.

Pada bagian interlude, Adoy mengcompose lapis-lapis suara chant dalam gaya Gregorian dengan lirik dari ayat Kitab Kebijaksanaan Salomo 4:13 “consummatus in brevi explevit tempora multa” yang berarti: “Karena sempurna dalam waktu yang pendek, maka orang benar memenuhi waktu yang panjang”.

“Masih dalam bagian ini juga kami masukkan lantunan Surat Al Fatihah dalam gaya langgam Jawa. Penentuan langgam Jawa sebagai gaya lantunan dalam lagu ini berasal dari usulan sang pelantun yaitu Gus Syahril, guru agama Islam yang menjadi teman diskusi saya,” lanjut Adoy.

Usulan Syahril serta merta disambut positif oleh BNTHB. Karena selain makna dan isi doa, usulan itu juga sejalan dengan pesan yang terus dibawa oleh BNTHB yaitu “Merayakan Kebhinnekaan dan Merawat Kebersamaan”.

Lagu ini direkam sebagai peringatan setahun kepergian kedua almarhumah. Perilisan lagu secara online digital di akhir November 2017 juga dalam rangka memperingati International Day for Tolerance (16 November) dan International Day for the Elimination of Violence Against Women (25 November).

                                                       *******


Dzulfikri Putra Malawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar