Sepertinya saya harus berdialog
banyak dengan si penulis lirik dari karya ini, sebuah karya yang menurut saya
terasa emosional juga aransemen dalam karya ini begitu agresif. Formula yang
mematikan dimana lirik yang emosional dipadukan dengan aransemen yang agresif. Sebuah cerita dari antah berantah
yang menurut saya bercerita tentang salah satu sifat dasar dari manusia,
siapapun dan apapun ras manusia itu dan entah dari kalangan mana itu, atau bisa
juga bercerita tentang naluri manusia dalam bertahan, bertahan dalam hal apa?,
bertahan untuk siapa? siapa yang tahu. Tapi yang jelas menurut pemikiran saya
cerita dari karya ini akan selalu relevan dengan masa apapun selama ras manusia
masih membuat sejarah. Saya sebagai ras manusia tidak bisa mengelak dan membohongi
diri saya dan saya harus mengakui bahwa saya memiliki sifat-sifat seperti itu.
Kadang saya bertanya pada diri saya “apakah ini yang dinamakan dengan local
wisdom atau kearifan lokal?”.
Ketika saya menyimak dengan
seksama komposisi karya ini sepertinya saya dibawa ke sebuah arena atau ke
sebuah kondisi yang benar-benar membutuhkan adrenalin tinggi, tingkat stress
yang tinggi juga, dimana istilah KILL OR TO BE KILLED berlaku disini. Semoga
cerita dalam karya ini tidak terjadi disini atau setidaknya ras manusia disini
masih “manusiawi”, masih mengedepankan rasa kemanusiaan masih berfikir untuk berkepentingan
bersama walaupun tidak bisa dipungkiri sebagai ras manusia sifat-sifat dasar
tadi muncul dan mengakibat hal-hal yang diceritakan dalam karya ini. Damai buat
Indonesia,
Damai buat masa kita, Damai buat generasi kita...Tuhan memberkati kita semua.
LONG LIVE PARA PENYAMUN!.
LONG LIVE PARA PENYAMUN!.
Bandung, 13 Maret 2015
BG
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar